Sabtu, 18 Februari 2017
About Traditional Dance ''JAIPONG''
Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H Suanda sekitar tahun 1976 di Karawang, jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan beberapa elemen seni tradisi karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu dan lain-lain. Jaipongan di karawang pesat pertumbuhannya di mulai tahun 1976, di tandai dengan munculnya rekaman jaipongan SUANDA GROUP dengan instrument sederhana yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab dan sinden atau juru kawih. Dengan media kaset rekaman tanpa label tersebut (indie label) jaipongan mulai didistribusikan secara swadaya oleh H Suanda di wilayah karawang dan sekitarnya. Tak disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat, selanjutnya jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat karawang dan mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakat karawang dan menjadi fenomena baru dalam ruang seni budaya karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat.
Posisi Jaipongan pada saat itu menjadi seni pertunjukan hiburan alternative dari seni tradisi yang sudah tumbuh dan berkembang lebih dulu di karawang seperti penca silat, topeng banjet, ketuk tilu, tarling dan wayang golek. Keberadaan jaipong memberikan warna dan corak yang baru dan berbeda dalam bentuk pengkemasannya, mulai dari penataan pada komposisi musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.
Mungkin di antara kita hanya tahu asal tari jaipong dari Bandung ataupun malah belum mengetahui dari mana asalnya. Dikutip dari ucapan kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Karawang, Acep Jamhuri “Jaipong itu asli Karawang. Lahir sejak tahun 1979 yang berasal dari tepak Topeng. Kemudian dibawa ke Bandung oleh seniman di sana, Gugum Gumilar. Akhirnya dikemas dengan membuat rekaman. Seniman-seniman Karawang dibawa bersama Suwanda. Ketika sukses, yang bagus malah Bandung. Karawang hanya dikenal gendangnya atau nayaga (pemain musik). Makanya sekarang kami di Disbudpar akan mencoba menggali kembali seni tari Jaipong bahwa ini seni yang sesungguhnya berasal dari Karawang.
Tari ini dibawa ke kota Bandung oleh Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk mengembangkan tarian asal karawang dikota bandung yang menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.
About Traditional Dance ''GAMBYONG''
Tari gambyong merupakan salah satu tari adat yang berasal dari daerah sekitar Surakarta, Jawa Tengah. Tari ini awal mulanya hanyalah sebuah tarian jalanan atau tarian rakyat dan merupakan tari kreasi baru dari perkembangan Tari Tayub. Saat upacara panen dan hendak menanam padi, masyarakat Surakarta tempo dulu akan mempertunjukan tarian ini sebagai undangan pada Dewi Sri atau Dewi Padi agar ia memberkahi sawah mereka dengan hasil panen yang maksimal.
Gambyong Tari gambyong merupakan salah satu tari adat yang berasal dari
daerah sekitar Surakarta, Jawa Tengah. Tari ini awal mulanya hanyalah sebuah
tarian jalanan atau tarian rakyat dan merupakan tari kreasi baru dari
perkembangan Tari Tayub. Tari Gambyong Pareanom Saat upacara panen dan hendak
menanam padi, masyarakat Surakarta tempo dulu akan mempertunjukan tarian ini
sebagai undangan pada Dewi Sri atau Dewi Padi agar ia memberkahi sawah mereka
dengan hasil panen yang maksimal. Nama gambyong sendiri sebetulnya berasal dari
nama seorang penari kondang pada masa itu. Sri Gambyong namanya. Sri Gambyong
yang memiliki suara merdu dan keluwesan dalam menari telah memikat banyak
orang. Pertunjukan seni tari tayub atau tari taldhek yang dilakukannya di
jalanan, bagi banyak orang dianggap memiliki ciri yang sangat khas dan berbeda
dari penari-penari biasanya. Sehingga seluruh masyarakat di wilayah Kasunanan
Surakarta pada masa itu tak ada yang tidak mengenal ia.
Pada perkembangannya saat ini, tari gambyong masih sering dipertunjukan dalam acara-acara resmi, acara-acara kenegaraan, maupun acara adat rakyat. Dalam gelaran resepsi pernikahan atau khitan misalnya, tarian gambyong masih dapat kita temukan di Surakarta hingga sekarang. Tak sedikit pula saat inhi generasi muda di Surakarta yang tertarik untuk mempelajari warisan tari dari nenek moyangnya. Dibeberapa sanggar seni, tari gambyong biasanya memiliki kelas tersendiri. Beberapa variasi gerakan pengembangan tari gambyong juga terus dilakukan, hingga menghasilkan beberapa jenis tari gambyong seperti gambyong ayun-ayun, gambyong sala minulya, gambyong gambirsawit, gambyong mudhatama, gambyong dewandaru, gambyong pangkur, dan gambyong campursari.

Gerakan tari Gambyong sebetulnya merupakan hasil kreasi gerakan-gerakan
dalam Tari Tayub. Berbeda dengan tari tayub, pada tari gambyong umumnya
dilakukan pada garis dan gerak yang jauh lebih besar. Adapun unsur estetis dari
gerakan tari ini terletak pada kekompakan para penarinya. Para penari gambyong
akan menggerakan tangan, kaki dan kepala secara bersama-sama selaras dengan
irama kendang yang ditabuh. Gerakan mata yang selalu mengikuti gerakan tangan
juga semakin membuat harmonis gerakan tarian ini. Untuk mengawali tari
gambyong, pertunjukan umumnya dibuka dengan gending pangkur. Gending pangkur
adalah bagian maju beksan yang berarti nyanyian awalan tari yang dilakukan
untuk mengundang para penari naik ke atas pentas. Tari gambyong sendiri terbagi
menjadi 3 bagian yaitu maju beksan, beksan, dan mundur beksan.
Ketika menari, para penari gambyong wajib mengenakan kostum khusus
berupa kemben yang bahunya terbuka sampai bagian dada serta bawahan berupa kain
panjang bermofif. Para penari juga mengenakan selendang berwarna kuning dan
dirias dengan sangat cantik. Warna kostum tari gambyong ini memang identik
dengan warna kuning dan hijau. Kuning melambangkan kekayaan, dan hijau
melambangkan kesuburan
Tari gambyong akan selalu diiringi
dengan musik dari seperangkat gamelan dan tembang Jawa. Gong, gambang, kenong,
serta kendang akan selalu dimainkan bersamaan dengan gerak para penari
gambyong. Dari beberapa alat musik tersebut, kendang menjadi yang paling
istimewa. Kendang adalah panduan bagi para pemusik dan penari untuk melakukan
gerak atau bunyi tertentu. Oleh karena hal tersebut, dalam tari gembyong,
kendang juga dijuluki sebagai otot tarian. Nah, itulah sekilas informasi
tentang tari gembyong, mulai dari asal usul, sejarah, gerakan, serta iringan
musik dalam pertunjukannya
Jumat, 17 Februari 2017
About Traditional Dance ''PAKARENA''

Tidak ada data yang menyebutkan
sejak kapan tarian ini ada dan siapa yang menciptakan Tari Pakarena Gantarang
ini namun masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena Gantarang berkaitan dengan
kemunculan Tumanurung. Tumanurung merupakan bidadari yang turun dari langit
untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di bumi. Petunjuk yang diberikan
tersebut berupa symbol – simbol berupa gerakan kemudian di kenal sebagai Tari
Pakarena Gantarang. Hal ini hampir senada dengan apa yang dituturkan oleh salah
seorang pemain Tari Pakarena Makassar Munasiah Nadjamuddin. Wanita yang sering
disapa Mama Jinne ini mengatakan bahwa Tari Pakarena berawal dari kisah
perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan) dengan penghuni lino (bumi)
zaman dahulu. Sebelum berpisah, botting langi mengajarkan kepada penghuni lino
mengenai tata cara hidup, bercocok tanam hingga cara berburu lewat
gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan inilah yang kemudian menjadi
tarian ritual ketika penduduk di bumi menyampaikan rasa syukur pada penghuni
langit.
Tak mengherankan jika gerakan dari
tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan sangat sulit dibedakan
satu dengan yang lainnya. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan
memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian
Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus
kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama
kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka
matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat
terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu
sekitar dua jam. Tari Pakarena Gantarang diiringi alat music berupa gendang,
kannong-kannong, gong, kancing dan pui-pui. Sedangkan kostum dari penarinya
adalah, baju pahang (tenunan tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi
Selatan), dan perhiasan-perhiasan khas Kabupaten Selayar. Tahun 2007, Tari
Pakarena Gantarang mewakili Sulawesi Selatan dan Indonesia pada Acara Jembatan
Budaya 2007 Indonesia–Malaysia di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC).
Langganan:
Postingan (Atom)